Sabtu, 09 Januari 2010

Mobil Dinas RI Lebih Mahal Daripada Mobil PM Jepang

Ini dia daftar harga mobil dinas pejabat di beberapa negara:

- PM Inggris (Toyota Prius 197 juta),

- Kekaisaran Jepang (Toyota Century Royal - 469 juta),

- PM Jepang (Lexus - 692 juta),

- PM Malaysia (Proton - 383 juta),

- Presiden China (BMW 7 Series - 1.2 M)…

- Menteri di Indonesia? 1.3 M…

Sepertinya tak henti rakyat disodori oleh berita yang sarat dengan politik. Masih dalam suasana berduka, karena bangsa ini kehilangan salah seorang Guru Bangsa-nya, KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur; kini para menteri yang bikin berita.

Bukan… bukan tentang prestasi yang mereka raih atau rencana kerja yang mereka rancang.

Tapi, tentang Rp 108 Milyar dana yang digunakan untuk membeli mobil mewah terbaru menggantikan mobil dinas para menteri itu. Konon harganya per unit Rp 1.3 M, walaupun dibantah tanpa dijelaskan berapa harga sebenarnya.

Pro kontra muncul.

Yang kontra mengatakan bahwa pembelian mobil baru yang mewah itu, kontraproduktif dengan kondisi bangsa yang prihatin. Karena, 1 unit mobil itu, biayanya bisa digunakan untuk membangun 4 unit sekolah. Beberapa menteri yang menolak menggunakan mobil itu, berdalih benar, dengan mengatakan tidak nyaman menggunakan kendaraan yang mewah di tengah kemiskinan yang masih banyak di Indonesia.

Yang pro berdalih juga; bahwa mobil itu punya imbas terhadap kinerja mereka, menjadi penambah semangat kerja. Wah.. di jalan-jalan Jakarta yang seperti itu, mobil sekelas 3000 cc tentu bukan mobil yang cocok digunakan, apalagi untuk para pejabat yang waktunya tentu tak banyak dihabiskan di jalanan. Mereka banyak menghabiskan waktu di ruangan sejuk atau malah melakukan perjalanan ke daerah.

Pejabat yang kontra atau tak setuju dengan pengadaan mobil itu memiliki kepekaan sekaligus kecerdasan emosi, karena bisa jadi kebijakan itu melukai rakyat; sama sekali tindakan yang tidak empatik.

Pejabat dan menteri yang pro dan sangat setuju untuk menikmati fasilitas baru itu, minteri rakyat dengan dalih performance, productivity dan semangat kerja. Sangat aneh, jika para menteri itu masih dalam tingkatan pemenuhan kebutuhan kenyamanan di tingkat seperti itu.

Menteri yang minteri, berdalih segala rupa, atas nama kepentingan bangsa, padahal sebenarnya untuk kepentingannya pribadi, jelas menjadi preseden buruk dari bagaimana kepemimpinan seharusnya menjadi teladan.

Jika para pejabat dan menteri tetap minteri rakyat dengan cara seperti itu, maka siklus mengejar jabatan demi mengejar kenyamanan fasilitas, tak akan bisa terputus…..

Rakyat bisa kembali dilukai hatinya…

sumber;www.lebah cerdas.blogdetik.com

Tidak ada komentar: